Selasa, 29 Maret 2011

ANALISA BANGUNAN GEREJA KATEDRAL DALAM LINGKUP 
“MANUSIA DAN KEINDAHAN”
Gereja Katedral Jakarta (nama resmi: Santa Maria Pelindung Diangkat Ke Surga, De Kerk van Onze Lieve Vrouwe ten Hemelopneming) adalah sebuah gereja di Jakarta. Gedung gereja ini diresmikan pada 1901 dan dibangun dengan arsitektur neo-gotik dari Eropa, yakni arsitektur yang sangat lazim digunakan untuk membangun gedung gereja beberapa abad yang lalu.

Gereja yang sekarang ini dirancang dan dimulai oleh Pastor Antonius Dijkmans dan peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Provicaris Carolus Wenneker. Pekerjaan ini kemudian dilanjutkan oleh Cuypers-Hulswit ketika Dijkmans tidak bisa melanjutkannya, dan kemudian diresmikan dan diberkati pada 21 April 1901 oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, SJ, Vikaris ApostolikJakarta.

Katedral yang kita kenal sekarang sesungguhnya bukanlah gedung gereja yang asli di tempat itu, karena Katedral yang asli diresmikan pada Februari 1810, namun pada 27 Juli 1826 gedung Gereja itu terbakar bersama 180 rumah penduduk di sekitarnya. Pada tahun 1988 dilakukan pemugaran untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan dan membersihkan lumut serta pengecatan ulang. Disamping itu juga dibangun gedung Pastoran dan gedung pertemuan yang baru dibagian belakang gereja

Lalu pada tanggal 31 Mei 1890 dalam cuaca yang cerah, Gereja itu pun sempat roboh. Pada malam natal, 24 Desember 2000, Gereja ini menjadi salah satu lokasi yang terkena serangan ledakan bom. Pada tahun 2002 juga sempat dilakukan pembersihan dan pengecatan ulang pada dinding luar gedung gereja Katedral karena lumut banyak tumbuh merambat di dinding.

Gereja yang sudah berdiri lebih dari 100 tahun ini bentuk dasarnya merupakan salib sepanjang 60 meter, lebar bagian utama 10 meter ditambah 5 meter disetiap sisinya.
Ketika gedung ini pertama kali dibangun dulu, para pejabat genie (pasukan zeni) waktu itu menilai gedung gereja yang menghabiskan biaya 628.000 gulden rancangan P.A Dijkmans tersebut sebagai "gedung yang terlampau kuat" mengingat struktur gedung dan material yang digunakan sungguh-sungguh pilihan yang terbaik. Maka sampai sekarang - 100 tahun sesudahnya - gereja Katolik utama di Jakarta tetap berdiri tegak. 

Tampak dari depan terdapat tiga puncak menara yang menjulang tinggi. Sebuah menara kecil di atas dan di tengah-tengah atap, yaitu Menara Angelus Dei menjulang setinggi 45 meter dari lantai. Menara ini diapit dengan dua menara yang menjulang setinggi 60 meter di sisi kiri dan kanannya. Menara disebelah utara, yang bentuknya menyerupai benteng disebut Benteng Daud yang melambangkan Maria sebagai perlindungan terhadap kuasa-kuasa kegelapan. Sedangkan yang di sebelah Lapangan Banteng disebut Menara Gading, gading yang putih dan murni melambangkan keperawanan Maria. Ketiga menara ini terbuat dari besi, karena bahaya gempa bumi, meskipun sebenarnya ini tidak cocok untuk bangunan gaya neo-gotik.

Diantara kedua menara tinggi terdapat rozet (jendela bundar) yang melambangkan Rosa Mystica, lambang Bunda Maria.

Di Menara Benteng Daud (menara utara) terdapat lonceng yang berukuran sedang yang terdapat inskripsi dalam bahasa Latin yang terjemahan bebasnya : “Aku dihadiahkan oleh Clemens George Marie van Arcken; tanggal 2 bulan Maria; doakanlah kami; 19 Juni 1900“. Di Menara Gading (menara selatan) terdapat lonceng yang ukurannya lebih kecil disumbangkan oleh Tuan Chasse seorang anggota Dewan India pada tahun 1831 dan diberkati pada tahun 1834. Pada lonceng tersebut terdapat tulisan : “Aku mau menyalami Maria; pesta Santo Nikolas“. Sedangkan lonceng terbesar yang dinamai WilhelmusTuan J.H. de Wit yang juga diberkati pada tahun 1834. merupakan hadiah dari

Pada pintu masuk utama gereja terdapat hiasan Patung Maria dan pada bagian atas pintu terdapat tulisan “Beatam Me Dicent Omnes Generationes” yang artinya “Semua keturunan menyebut aku bahagia“.
Memasuki pintu utama gereja, akan terlihat selempeng batu pualam putih menempel di tembok bertuliskan kalimat dalam bahasa Latin yang artinya: “Aku didirikan oleh Arsitek Marius Hulswit 1899-1901

Pada sisi tembok sebelah selatan juga terdapat selempeng besar batu pualam putih berupa prasasti bertuliskan bahasa Latin, teksnya dapat diterjemahkan sebagai berikut : “Gedung ini, yang digambar oleh Imam Antonius Dijkmans dan yang batu pertamanya diletakkan pada tanggal 16 Januari 1899 oleh Provikaris Carolus Wenneker, pada tanggal 21 April 1901 dipersembahkan oleh Yang Mulia Monseigneur Edmundus Sybrandus Luypen, Uskup titular Orope dan Vikaris Apostolik Batavia, dengan perlindungan Perawan Maria yang tersuci, kepada Allah yang Mahabesar.”
Ditengah pahatan tersebut terdapat tulisan D.O.M yaitu “Domino Optimo Maximo“, yang artinya : “Demi Tuhan Yang Mahabaik dan Mahabesar”

Pada sisi tembok sebelah utara terlihat monumen yang terbuat dari granit hitam, mirip batu nisan. Monumen itu dibuat di Belgia untuk memperingati jasa Komisaris Jendral Du Bus de Ghisignies yang mendapatkan tanah di pojok Lapangan Banteng ini bagi ibadat umat Katolik.

Di sisi tembok sebelah barat terdapat batu peresmian renovasi/pemugaran Katedral oleh Bpk. Soepardjo Roestam pada tanggal 13 Agustus 1988, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI.

Memasuki ruangan dalam gereja, setiap orang akan langsung terpesona oleh pemandangan yang menyinarkan keagungan dan kemuliaan Tuhan. Sinar matahari pagi yang masuk menembus jendela kaca patri menambah indahnya pesona gereja Katedral ini.

Pilar yang kokoh berbaris di kedua sisi menyangga atap, membentuk lorong. Di kedua sisi itu terdapat galeri pada ketinggian 7 meter, yang dulu tempat untuk paduan suara. Saat ini sudah tidak digunakan lagi untuk tempat paduan suara mengingat kondisinya yang tidak memungkinkan. Tempat ini sekarang sebagian dimanfaatkan untuk museum.

Langit-langit terbuat dari kayu jati untuk mengantisipasi gempa bumi, dan bukan dari batu sebagaimana lazimnya. Tinggi langit-langit itu 17 meter.

Jadi saya dapat menyimpulkan bahwa Bangunan Gereja Katedral  gedung yang terlampau kuat mengingat struktur gedung dan material yang digunakan sungguh-sungguh pilihan yang terbaik. Maka sampai sekarang - 100 tahun sesudahnya  Gereja Katolik utama di Jakarta tetap berdiri tegak dengan keindahan arsitektur yang alami dengan nilai sejarah yang tinggi pula.

1 komentar: